Rabu, 29 Oktober 2008

Keterampilan Mendengar

Seberapa Mampukah Anda Dalam Mendengar?

Pernahkah Anda merasa lawan bicara Anda tidak mendengarkan pembicaraan? Pernahkah juga Anda dikira tidak mendengarkan lawan bicara Anda? Mendengarkan tidak mudah. Mendengar adalah ketrampilan yang dapat dipelajari kapan saja dan diperbaiki sepanjang hidup. Pelajari kemampuan mendengar Anda melalui pertanyaan di bawah ini.

Instruksi Setiap pertanyaan di bawah ini mewakili aspek-aspek mendengar efektif. Bayangkan pengalaman sulit yang Anda alami dengan rekan kerja pada dua minggu terakir. Pikirkan situasi sulit itu, nilailah diri Anda berdasarkan skala penilaian di bawah ini. Tuliskan jawaban Anda didepan setiap pertanyaan.

1 = tidak sama sekali 4 = kebanyakan

2 = jarang 5 = selalu

3 = sekitar 50%

___ 1. Saya berhadapan dengan lawan bicara selama pembicaraan

___ 2. Saya tidak memotong pembicaraan

___ 3. Saya tidak menyela selama rekan saya berbicara

___ 4. Saya mendengarkan pokok pembicaraan dan konsepnya

___ 5. Saya mendengarkan nada pembicaraan

___ 6. Saya memperhatikan bahasa tubuh lawan bicara saya

___ 7. Saya tetap berusaha “terbuka”

___ 8. Saya tidak menggunakan saat jeda lawan bicara sebagai saat untuk bicara

___ 9. Saya gunakan respon mendengar seperti “ya, saya mengerti”

___ 10. Saya bertanya untuk memperjelas makna pembicaraan

___ 11. Saya tidak merencanakan jawaban saya pada saat rekan saya sedang bicara

___ 12. Saya tetap menjaga bahasa tubuh saya

___ 13. Saya menjaga ekspresi

___ 14. Saya mengontrol suara saya

___ 15. Saya tidak menunjukkan senyum palsu

Penilaian dan Interpretasi

Instruksi Jumlah nilai Anda

60 sampai 75 Anda menggunakan ketrampilan mendengar dengan baik sekali meskipun Anda sedang menghadapi situasi sulit. Ketika berkonsentrasi mendengar, hal itu selalu dilakukan dengan baik. Bukan tidak mungkin rekan kerja Anda menilai bahwa Anda seorang pendengar yang baik.

45 sampai 59 Anda dapat mempelajari teknik mendengar dengan lebih baik lagi, terutama pada saat menghadapi situasi sulit. Pilih salah satu aspek mendengar efektif sebagai latihan Anda hari ini.

Dibawah 45 Lawan bicara Anda yakin Anda tidak mendengarkannya. Lihat kembali ke 15 pertanyaan sebelumnya, dapatkah Anda pilih dua aspek yang paling sulit? Sampai akhir minggu ini, fokuskan usaha Anda untuk memperbaiki kemampuan mendengar berdasarkan ke 15 aspek tersebut.

Bagaimana Agar HRD Tidak Jadi "Musuh" Karyawan?

Oleh: FX. Gus Setyono

Satu permasalahan yang kerap dialami seorang Manajer HRD adalah sulitnya organ-organ perusahaan membedakan antara tugas-tanggung jawab HRD dengan tugas-tanggung jawab para manajer lini. Khususnya, dalam menangani persoalan-persoalan para karyawan yang notabene juga anak buah para manajer lini. Pada era sebelumnya, HRD masih disebut dengan bagian Personalia. Tugasnya hampir sama dengan Biro Kepegawaian kalau di Pegawai Negeri. Semua masalah kepegawaian dari mulai absensi, cuti, penilaian karyawan, pemberian gaji, tunjangan kesehatan, pembagian bonus, bimbingan dan konsultasi, pemberian sanksi terhadap pelanggaran kedisiplinan, serta seabrek tugas kepegawaian lainnya, semua Bagian Personalia yang mengurusi.


Sampai sekarang citra HRD sebagai Personalia masih saja melekat di banyak anggota organisasi. Sehingga kalau ada kejadian pelanggaran kedisiplinan, rendahnya kinerja, ada karyawan yang mengundurkan diri, kekacauan penghitungan lembur, pengajuan persetujuan gaji, serta keputusan-keputusan lain yang menyangkut kepegawaian, selalu diserahkan kepada HRD. Pendek kata, HRD dijadikan tumpuan penyelesaian setiap persoalan karyawan. Seolah semua menjadi tanggung jawab HRD. Para atasan lain tinggal "terima beres". Mereka merasa tugasnya adalah pekerjaan di bagiannya, dan bukan menangani karyawan bermasalah, meskipun karyawan tersebut adalah bawahan mereka secara langsung.

Akibatnya, kesannya HRD seperti “polisi” di perusahaan, yang tugasnya selalu mengawasi pelanggaran-pelanggaran karyawan, dan menertibkannya. HRD juga sering dianggap “Santa Claus” yang bisa memberikan anugerah berupa kenaikan gaji. Sebaliknya, bila tidak ada kenaikan gaji berarti juga “dosa” HRD. Bisa jadi HRD menjadi sasaran umpatan-umpatan atau yang lebih parah menjadi “musuh bersama”, bila ada kebijakan perusahaan yang merugikan karyawan. Padahal, kalau ada penerimaan karyawan baru, para manager lini juga minta dilibatkan (dalam memutuskan), agar mereka bisa mendapatkan anak buah yang sesuai dengan keinginan mereka.

Oleh sebab itu, pada konsep yang baru, HRD mesti dibedakan dengan Personalia. HRD, fungsi dan tugasnya fokus pada pengembangan kamampuan dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) --bagaimana meningkatkan kontribusi SDM terhadap pencapaian tujuan organisasi. Urusan kepegawaian sehari-hari di lapangan mesti ditangani sendiri oleh para atasan pada bagian masing-masing. Hal ini karena fungsi personalia mesti melekat di semua manajer. Setiap manajer memiliki tanggung jawab secara organisasi terhadap setiap bawahannya, baik mengenai pengaturan kerja (termasuk supervisi), kinerja, bimbingan dan konsultasi, sikap, sampai ke soal pengajuan remunerasi.

Pertanyaannya kemudian, apakah fungsi HRD lantas sama sekali tidak bersinggungan dengan masalah kepegawaian? Tetap ada persinggungannya. Hanya saja HRD lebih bersifat ke penyusunan sistem, sedangkan pelaksanaan kesehariannya diserahkan (tanggung jawab dan wewenangnya) kepada masing-masing atasan, agar setiap atasan dapat menjalankan fungsi manajerial mereka. Sebagai contoh adalah soal performance review. Dalam hal penilaian, maka HRD mesti membuat sistem dan prosedur penilaian, sedangkan yang berhak memberikan penilaian adalah atasan, karena setiap hari yang tahu kinerja karyawan adalah atasannya. Juga mengenai hak cuti. Yang menyusun prosedur cuti adalah HRD, tapi yang berhak menyetujui atau tidak cuti tersebut adalah atasan.

Pengertian-pengertian yang demikian mesti disosialisasikan kepada seluruh atasan, agar mereka memahami fungsi dan tanggung jawab manajer, serta fungsi dan tanggung jawab HRD. Dengan demikian mereka tidak seenaknya saja melemparkan setiap permasalahan karyawan kepada HRD. Sebaliknya, HRD juga tidak begitu saja menjadi bulan-bulanan karyawan karena dianggap “mata-mata” atau “kaki tangan” pemilik perusahaan. HRD tidak lagi menjadi musuh. Sehingga diharapkan HRD dapat fokus pada pengembangan SDM yang ada di perusahaan.



nb: dari berbagai sumber

Minggu, 05 Oktober 2008

Lantunan Hidup

Kepergian itu layaknya batu karang yang membebani pundak. Lelah. Tersudutkan. Dan sesak. Semua sudut terlihat begitu sempit. Juga menyakitkan. Namun memang itu yang kerap kali hadir....dan selalu tergoda untuk ada.

Kepergian itu seperti kuncup mawar yang mulai merekah. Merah. Menyala. bergairah. Tapi berduri. Jika tersentuh, maka bersiaplah merasakan pedih oleh denyutan yang melahirkan anggur semerah darah.

Kepergian itu yang kusebut sengsara. Sengsara meninggalkan. Sengsara ditinggalkan. Sengsara meratapi apa yang telah terjadi.

Dan sengsara itu kusebut alunan nada. bernyanyi dalam denyut nadi. riang dalam penderitaan. dan menangis bersama gesekan biola yang menyayat.

Kepergian dan sengsara. Mereka berteman. Erat. Tapi melukakan. Mampukah mereka nantinya bercerai?

Entahlah.