Jumat, 28 Maret 2008

Rinduku

Ayah.....

Ingatkah bahwa danau ini menjadi satu ikatan yang kuat antara engkau dan aku?

Tahukah engkau bahwa betapa saat ini aku tersangat merindukanmu?

Ayah....

Kini danau ini telah banyak berubah,

Tahukah engkau bahwa itu takkan pernah terjadi padaku....

Ah, ayah....

Aku sangat merindukanmu.....

Dan aku,

Hanya mampu memandangi danau dari jauh,

Tuk mengenang keberadaan mu disana.....

*Aku merindukanmu,ayah.....juga bunda.*

asa.....

Aku ingin pergi,

Tuk tinggalkan semua rasa yang menyesakkan dada....

Tuk mencoba mengurai waktu yang telah lama meninggalkanku...

mampukah aku?

sanggupkan aku?

Langit, tunjukkan padaku mana arah yang harus aku tempuh.....

Kamis, 27 Maret 2008

Sang Perindu....

telah selesaikah kau lukis malammu dengan cahaya?
hhmmm,aku memang menanti romantisme seorang pangeran sepertimu
dan hujan telah mendendangkan setiap ketukan rindu itu menjadi sebuah nada yang indah.....

jika kemulyaan tuhan menciptakan keanggunanku,
maka engkaulah ciptaan tuhan sesungguhnya yang maha dasyat,
bolehkah kukatakan bahwa aku juga mengagumimu?

aku akan memejamkan mata,
memugar mimpi dengan cahaya bintang
agar rindu yang kau sematkan tetap terpatri,
dan aku akan mengatakan,
"selamat malam" pada engkau,
pria sang pematri rindu....

Minggu, 23 Maret 2008

Daun Kering Di Halaman Rumah Eps.2

Aku menerima sepucuk surat. Kutatap dalam-dalam tulisan yang tertera di permukaan amplop itu. Bei. Peri ayah mengirimkan surat. Dan itu adalah surat yang kesekian kalinya dikirim untuk ayah setelah lima tahun lebih ia pergi meninggalkan ayah dan meninggalkan rumah tempat ia dibesarkan ini. Aku mendesah pelan. Kulipat surat itu dan kumasukkan ke dalam saku celana panjangku. Aku melangkah menuju teras. Kulihat ayah menatapku tajam. Aku coba untuk bersikap wajar.

“Orang pos itu salah alamat,yah. Ayah menunggu surat dari bei? Percayelah pada ai,yah, kalau ade surat untuk ayah dari bei, pastilah ai cakapkan pade ayah,” ucapku dengan sedikit keyakinan bahwa ayah akan mempercayai ucapanku. Kembali kupandangi ayah. Terlihat tulang wajahnya yang tadi mengeras karena tidak percaya, kini telah tampak wajar kembali.

“Kemane bei, ai? Kenape ia tak hendak memberi kabar pade ayah? Bei…bei…dimane engkau nak? Ayah rindukan engkau. Baleklah. Bukan hanye ayah yang rindukan engkau, ai juge merindukan engkau. Iye kan,ai?” ayah menoleh padaku. Aku tersenyum lalu mengangguk pelan.

Ah, beban batin ayah begitu berat. Kenapa ia harus menanggung beban ini? Aku sangat menyayangi beliau. Tapi, apa ayah juga menyayangiku? Sudahlah! Aku tak ingin menjawab pertanyaan itu sendiri. Ayah masih duduk di teras. Tidak berapa lama kemudian ia masuk dan kembali berdiri di depan jendela. Kembali menatap, menatap sesuatu yang tak tampak. Kuarahkan langkahku ke kamar. Namun sebait kalimat ayah menghentikan langkahku.

“Ai, jangan pernah engkau sapu dedaunan kering di halaman. Biar…biarlah bei yang menyapunya. Engkau paham ai?” ucap ayah tanpa menoleh padaku. Aku tak berkata apa-apa. Karena aku tak mampu. Dan untuk menjawab itu, kurasa aku perlu waktu yang panjang.

bersambung............

Daun Kering Di Halaman Rumah Eps.1

Kulihat Ayah berdiri di depan jendela, menatap sesuatu yang tidak tampak. Itu perkiraanku. Dugaanku pasti benar, bahwa sebentar lagi ayah akan mengatakan sesuatu;seolah ada seseorang yang berdiri disampingnya. Aku menunggu. Satu, tiga menit, lima menit……

“Bei, daun kering di depan rumah dah banyak pun. Cube engkau tengok, daunnye berwarne kuning. Dah kering, bei. Apekah setiap daun di ranting yang akan menguning selalu mengalah pade daun yang lebih mude dan jatuh ke tanah,bei?”

Benar. Ayah mengucapkan kalimat itu lagi. Mungkin kalimat itu adalah yang ke seratus sekian kalinya diucapkan oleh ayah. Ah, lihatlah. Tubuh itu sudah tidak mampu menopang tubuhnya yang kian hari kian kurus. Keriput dikulitnya menambah ketuaannya. Dan rambutnya yang memutih sudah tipis karena rontok.

“Bukankah daun kering itu macam aku,bei? Engkau pergi meninggalkanlkan aku dengan sejuta kehampaan. Engkau harus balek,bei. Daun-daun itu telah pun menanti engkau. Menanti untuk engkau sapu dengan tangan-tangan halusmu.”

Kalimat itu terlontar lagi dari bibir ayah. Kalimat itu menguasai pikirannya. Tak ada lagi kalimat lain yang mampu diucapkannya. Selain kalimat yang setiap hari diulangnya secara terus-menerus. Bei. Bei. Nama yang disebutnya itu adalah buah hatinya. Belahan jiwanya. Madu termanis yang pernah dimilikinya. Dan warna hatinya yang tidak akan pernah memudar.

Bei. Gadis itu telah meninggalkannya. Pergi dengan membawa hati ayahku. Dan mungkin kini telah dibuangnya ke dasar laut yang paling dalam. Ayah sering menangis. Ayah selalu bersedih bila mengingatnya. Dan setiap menit luka itu kian menganga besar. Ah, bei. Kenapa kau tinggalkan ayahku? Lihatlah dia…lihat bahwa ternyata memang dia sangat memerlukanmu. Kau adalah penyangga hidupnya. Kau adalah mahkota hidupnya. Dan kau adalah peri hatinya yang takkan mampu terganti oleh peri-peri yang lain termasuk aku. Aku,bei. Aku yang mengurusnya. Aku yang selalu mengisi hari-harinya. Dan aku juga yang seharusnya menduduki hatinya. Tapi tetap namamu jua yang bertahta di hatinya. Padahal justru seharusnya akulah yang memerlukan ayah. Tapi kenyataan yang ada, ayah selalu memerlukanmu. Kau menghancurkan hatiku,bei.

“Aku tak hendak menyakiti hati engkau. Tapi engkau harus mengakui bahwa ayah memang menyayangi aku. Engkau tak mampu menghindar. Akui saja bahwa engkau telah kalah dalam meraih perhatian ayah.”

Itu yang pernah kau ucapkan padaku,bei. Saat itu aku hanya mampu tersenyum. Berharap bahwa kenyataan itu akan berubah dan engkau akan paham bahwa aku mampu meraih apa yang tak pernah engkau duga sebelumnnya. Dua, lima tahun dan sepuluh tahun berlalu. Dan tetap kenyataan yang aku harapkan tak datang-datang padaku. Engkau selalu mengungguli aku dalam segala hal. Dan itu pula yang membuat ayah memberi point lebih padamu. Aku kalah…kalah!

bersambung....

Aq punya.....

"Aq punya sebuah tulisan..........qu beri judul Daun Kering di Halaman Rumah. sebuah tulisan yang telah lama terpendam dalam memori seorang anak manusia. kisah tentang duka dalam hati seorang ayah, juga seorang anak. sudikah engkau membacanya?"

bersambung......................

Panggil aku sang...........

Panggil aku sang dewi.....
Karena aku adalah penebar rasa rindumu,
menyengat luka yang pernah tergores,
dengan semua madu yang aku miliki........

Panggil aku sang bulan........
bukankah telah kuberi sinar kehidupan bagimu?
mengapa engkau masih mengeluh tentang kegelapan yang melanda hatimu?

Panggil aku sang kekasih hati..........
karena madu termanis dalam hidupmu adalah aku,
karena engkau tak berarti apa-apa tanpa cinta yang aku berikan.....

Panggil aku sang dewi.....
jika hatimu yang tergores rindu telah sembuh oleh kehadiranku
panggil aku sang bulan.....
jika engkau tak mengeluh lagi oleh kegelapan sesaat yang menguji seluruh hakikat hidupmu
dan panggil aku sang kekasih hati....
jika engkau telah mengerti,
akan hadir ku yang sesungguhnya......

(puisi dari sang bunga kepada kumbang; dari sang malam kepada siang dan dari sang pencinta kepada yang dicintai....)

Kamis, 20 Maret 2008

Roman Cinta "Tempoe Doeloe 2"

kenapa engkau termangu?
diam dalam gelapku?
mengharap aku akan terlebih dahulu menyatakan bahwa aku merindukanmu?
ah, iya.....
baiklah kekasih,
kini kunyatakan cintaku padamu,
rinduku padamu,
sekujur tubuh ini telah basah oleh rindu ku
seluruh tubuh ini telah gemetar oleh desahan sayangmu,
dan engkau tak perlu lagi memolesnya,
aku akan terus menunggu,
hingga nanti kau pergi,
kembali pulang,
dan pergi lagi,
karna aku telah terbiasa dengan roman yang engkau dan aku ciptakan
roman cinta kita,
roman tempo doeloe,
yang bagi orang lain,
adalah sebuah roman picisan.....................

Selasa, 18 Maret 2008

Sakuraku....

Sakuraku.......
ah, betapa indahnya engkau
tiada kata terucap di bibir mengenangmu............
masih ingatkah engkau?
waktu itu di suatu masa saat kita pertama kali bertemu?
ingatkah engkau bahwa waktu itu betapa aku tersangat mengagumimu?
ingatkah engkau bahwa aku selalu menanti seseorang di bawah pohonmu yang saat itu juga bungamu tengah bermekaran?
ingatkah engkau bahwa pada suatu masa aku juga pernah menangis di bawah pohonmu juga?
ah, sakuraku......
tiap melihatmu,
ada ribuan bulir air mata ini yang mengalir
ada ribuan kepedihan yang terpancar
karena aku mengagumimu,
seperti aku mengagumi cinta
sakuraku,
bisakah engkau melihat anak manusia ini?
bisakah engkau beri petunjuk satu jalan saja untuk menuju ke hadapan cintaku?
karena aku tak lagi sanggup menanti cintaku di bawah pohonmu,
karena aku tak lagi sanggu berdiri dengan kekuatan yang telah semakin menipis ini...
sakuraku,
beri aku kesempatan,
tuk mendapatkan rasa yang kusebut cinta,
walau tanpa harus berdiri di bawah pohonmu
ahh,
sakuraku............

Senin, 17 Maret 2008

Jwbn: "Tak Hampa"


Nak, coba kemari mendekat ke bunda
ada satu cerita yang ingin bunda kisahkan
tahukah engkau,nak
ada banyak hal yang didunia ini yang tak sanggup dipikul oleh semua orang
tahukah engkau nak?
dunia ini ibarat hutan yang belum terjamah oleh manusia manapun,
jadi akan ada si raja hutan yang siap menerkammu,
akan ada buaya yang melahap kakimu jika engkau terjebak di rawa,
akan ada si elang yang menangkap tubuhmu dari tempat yang sangat tinggi,
mengertikah engkau?

nak....nak coba tidur di pangkuanku,
disinilah engkau dulu sering bercumbu dengan asiku
disinilah engkau menangis mengharap makan dariku,
disinilah engkau mencucup kompeng yang aku berikan,
maka,
memang tak ada salahnya kini engkau mengadu di pangkuanku lagi

jika kau lelah,
tataplah mata bunda ini....
kan kutunjukkan dimana tempat terindah yang engkau dapat mengurai lelah disana
jika pikiranmu telah dipenuhi oleh segala permasalahan
raihlah pundakku ini.....
kan kupinjamkan sebagai tempat engkau bersedu sedan

jangan bohongi dirimu sendiri,anakku
jika lelah...katakan lelah
jika air bah ingin mengalir dari sudut bening matamu, tumpahkanlah ia
jika kau ingin memelukku tuk sekedar lepaskan penderitaanmu,
peluklah aku

ah, bola duniaku....
tenanglah engkau dipangkuanku,
karena aku takkan bertanya,
tentang cintamu kepadaku
juga tentang lelakimu
yang ada di hati......

Rembulan Yang Kesepian

Sayup malam termakan sepi malam yang mencekam......
Bila rembulan hadir disini,
kan kutanya mengapa hati ini begitu gelap.........
Tak ada sinar yang mampu membangkitkan gairah hidup di setiap angan........

Malamku bertabur duka tanpa mampu aku mencegahnya...
Mengapa dunia serasa hampa saat malam tiada sinar bulan?
Mengapa dunia seakan terpana oleh gemerlap bintang yang tiada seindah rembulan?
Tak mampu aku berdiri di kegelapan dunia yang kian mencekam...
Mungkinkah semua berakhir dengan penderitaan dalam kegelapan sang rembulan?
Aku tak sanggup lagi menangis,
Aku tak sanggup lagi berduka,
Dan aku tak sanggup lagi berkata,
Ah....
Adakah seseorang disudut dunia bagian lain yang memberikan pelita untuk jalanku?
Atau harusku menunggu sang rembulan bangkit dari kedukaan?
Dunia hilang dalam pandangan.....
Mata ini kabur....
Oleh buliran air yang kusebut air mata...............

(Untuk sang sunyi, yang selalu hadir ketika aku melangkah seorang diri....)