Aku menerima sepucuk
“Orang pos itu salah alamat,yah. Ayah menunggu
“Kemane bei, ai? Kenape ia tak hendak memberi kabar pade ayah? Bei…bei…dimane engkau nak? Ayah rindukan engkau. Baleklah. Bukan hanye ayah yang rindukan engkau, ai juge merindukan engkau. Iye
Ah, beban batin ayah begitu berat. Kenapa ia harus menanggung beban ini? Aku sangat menyayangi beliau. Tapi, apa ayah juga menyayangiku? Sudahlah! Aku tak ingin menjawab pertanyaan itu sendiri. Ayah masih duduk di teras. Tidak berapa lama kemudian ia masuk dan kembali berdiri di depan jendela. Kembali menatap, menatap sesuatu yang tak tampak. Kuarahkan langkahku ke kamar. Namun sebait kalimat ayah menghentikan langkahku.
“Ai, jangan pernah engkau sapu dedaunan kering di halaman. Biar…biarlah bei yang menyapunya. Engkau paham ai?” ucap ayah tanpa menoleh padaku. Aku tak berkata apa-apa. Karena aku tak mampu. Dan untuk menjawab itu, kurasa aku perlu waktu yang panjang.
bersambung............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar