Jumat, 18 April 2008

Setumpuk Duka Di Mata Rembulan Part.2

"Siapa itu?" tanyaku saat aku terjaga. kulihat jam di kamarku pukul satu dini hari. kulihat jendela kamar, telah terbuka lebar. kuulangi pertanyaanku hingga beberapa kali. namun hening. tak ada siapa2. kudekati jendela, dan melihat ke sekeliling. kulihat dibalik akasia yang tegak dengan kekarnya di samping rumah, ada yang bersembunyi di balik dedaunannya.
"Kaukah itu rembulan?" tanyaku dengan suara yang serak. angin menjawab pertanyaanku,"yah, rembulan tengah gundah hingga ia membangunkanmu".
"Apakah aku mengganggumu sayang?" lirih terdengar suara rembulan. berangsur2 ia keluar dari persembunyiannya. aku menggeleng, mana pernah aku merasa terganggu dengan kehadiranmu. "aku tengah berduka sayang. beberapa malam yang lalu datang kepadaku seorang ibu. ia memiliki sepasang anak. telah sejak lama ia terpisah dengan anak lelakinya akibat perceraian. setelah berpuluh tahun, ia berjumpa kembali dengan putranya itu. tetapi bukan sebagai anaknya, melainkan sebagai kekasih putrinya. sang ibu begitu tertekan, karena kedua anaknya tak bisa di pisahkan dan tidak menerima takdir sebagai saudara kandung.
kemudian datang lagi seorang wanita yang mengeluh telah kehilangan kekasihnya akibat perjodohan. karena tak rela sang kekasih di ambil orang,akhirnya sang pria bunuh diri. ia tak ingin melihat sang gadis hidup berdampingan dengan org lain.
terakhir datang kepadaku seorang gadis yang tengah kecewa. ia mencintai seorang pria yang jauh disana. tak tahu entah dimana. rasa rindu yang menggulung hatinya membuat ia sangat lemah dan tak berdaya. ia mencintai pria yang sesungguhnya belum begitu di kenalnya.
katakan padaku sayang...benarkah cinta selalu membuat orang menderita? aku selalu memikirkan hal itu, tapi tak jua kunjung kutemukan jawabannya".
Aku menatap rembulan dalam, sedalam duka yang tengah di rasakannya. memang, tak ada air mata yang keluar. tapi redupan sinarnya membuat semua umat tahu bahwa ia tengah berduka.
"rembulan, ingatkah apa yang dulu pernah engkau ucapkan padaku? bahwa cinta sesungguhnya adalah kesengsaraan. siapapun yang merasakan cinta, berarti ia telah siap membuka pintu kesengsaraannya sendiri. tak perlu kau bersedih rembulan. duka yang kau pancarkan, justru menjadi bumerang bagi umat manusia di bumi. cinta itu alami. dan itu merupakan pemberian sang khalik. engkau tak perlu menentangnya. biarkan anak2 manusia itu menyelesaikan permasalahannya sendiri. aku tahu engkau ingin menolong mereka, tapi ingatlah kodrat mu!"
Kutatap kembali sang rembulan, kali ini ia tersenyum. mengangguk perlahan. ah, aku senang bila melihat rembulan kembali tersenyum. aku tak tahu mengapa aku bisa berkata begitu panjang kepada rembulan. karena saat ini, justru akulah yang butuh pertolongan rembulan. karena sang gadis yang datang terakhir pada rembulan, adalah aku...............

*End*

Tidak ada komentar: